Jumat (06/12/13) pada
pukul 13.30 aku bersama Deden Awaludin (Sekretaris Umum Ikatan Mahasiswa Lebak)
pergi ke Ciboleger, Leuwidamar menggunakan motor. Tujuan kami untuk
menyampaikan surat pemberitahuan kegiatan “Saba
Baduy Anies Baswedan” TBM Kedai Proses dan Ikatan Mahasiswa Lebak (IMALA) silaturahmi dengan beberapa orang yang kami
kenal di Baduy Luar. Beberapa daerah sudah kami lewati, namun di tengah
perjalanan kami terhambat oleh hujan yang lumayan besar dan akhirnya kami pun
berhenti untuk berteduh disebuah warung sambil menikmati kopi hitam panas yang
cukup untuk menghangatkan tubuh ini yang basah kuyup. Hujan pun mulai reda,
kami pun bergegas untuk kembali meneruskan perjalanan. Walaupun air hujan masih
meneteskan sehingga tubuh ini mengkerut kedinginan.
Kurang lebih pukul
15.00 kami pun tiba di Ciboleger. Kami beristirahat sejenak dan membeli minuman
bersoda disebuah mini market sekitar terminal Ciboleger. Sekitar 5 menit kami
istirahat sambil berbincang dengan Deden langsunglah kami menuju ke kediaman
Jaro Dayna sambil jalan aku dan kawanku Deden bercanda gurau, aku pun bertanya
padanya Deden “Den apal teu ka imah Jaro Dayna”, Deden pun menjawab tahu.
Saking keasikan ngobrol malah kami bablas, bukannya ke rumah Jaro Dayna tapi ke
belakang rumah warga yang pernah saya singgahi bersama firman Venayaksa dan Rusdi
Rustandi kurang lebih satu tahun silam. Kami pun balik arah sambil
tertawa-tawa.
Akhirnya kami pun
sampai di rumah Jaro Dayna. Di depan rumahnya ada beberapa warga yg sedang asik
mengobrol, dengan baju basah kuyup dan kaki penuh tanah lempung kami pun
menyapa sambil bertanya apakah Jaro Dayna ada di rumah? Mereka pun menjawab ada.
Kami pun menunggu Jaro Dayna untuk berbincang kegiatan yang akan kami
laksanakan namun hanya anaknya saja yang menemani kami. Sudah 15 menit berlalu
Jaro dayna tak keluar saja akhirnya kami sampaikan surat pemberitahuan kegiatan
Saba Baduy Anies Baswedan kepada anaknya walaupun ada rasa sedikit kecewa pada
hal aku pun melihat beliau ada di dalam rumah sedang mencukur kumis. Mungkin
kami bukan orang terkenal atau tokoh yang dikagumi seperti para Budayawan atau
Sejarawan.
Sebelum pulang aku
bertanya kepada anaknya “Kang ari imahna Mang Sarip anu mana sih...???” “eta
anu di landeuh” jawabnya. Kami pun langsung pamit kepada anaknya. Sambil
berjalan aku pun berbisik-bisik kepada Deden. Den padahal Jaro aya di jero ente
nempo teu? “Den padahal Jaro ada di dalam kamu lihat ga?”. Den pun mejawan ia
saya lihat di ada di dalam.
Sampailah kami di rumah
Mang Sarip. Dengan sambutan yang sangat baik, namun kami tak tepat waktu karena
kata istrinya Mang Sarip beliau sedang pergi kehutan mencari burung. Karena
kami tanggung datang ke Ciboleger dan tak mau balik lg nanti, akhirnya kami pun
menunggu Mang Sarip. Waktu sudah menunjukan pukul 16.00 WIB. Akhirnya mang
Sarip tiba sambil meikul sebuah Kincir angin yang cukup panjang dan besar
berukuran 4 meter.
Mang Sarip pun menemui
kami, tanpa basa-basi kami pun langsung berbincang mengenai kegiatan Saba Baduy Anies Baswedan yang akan
dilaksanakan hari Selasa, 10 Desember 2013. Tidak lama sekitar 3 menit Ayah
Mursid mungkin kedatangannya adalah hadiah dari rasa kecewa kami tadi. Ayah
Mursid pun ikut dalam lingkaran obrolan kami.
Aku bertanya pada Mang
Sarip “Mang pan nyiar manuk! Pan anu dibawa ka imah mah kolecer” sambil aku
tertawa. Sebelum Mang Sarip menjawab Mang Sarpin datang, aku pun langsung
berterik memanggil Mang Sarpin karena aku sudah kenal ketika mengikuti Festival
Taman Bacaan Masyarakat di KEMENDIKBUD tahun lalu saat menjadi peserta
bersamanya.
Mang Sarpin pun menegur aku “pan teu ka imah”
ucapnya. Aku pun langsung menjawab “tadinamah ndeuk mang cuma bisi euweuh di
imah tambah hujan, tapi insya allah kami salasa hareup ulin ka imah rencana
ngke kami aya kagiatan kadieu, Mang Sarpin aya te di imah” tanyaku kepada
Sarpin, Mang Sarpin pun menjawab “aya soalna kami poe salasa bakal aya semah di
Universitas Paramadina”.
Aku tak sempat ngobrol
panjang dengan mang sarpin karena ia mau pergi ke peternakan ayam miliknya dan
ia juga mengajak aku “hayu urang mencit kotok”, aku pun menjawab “hatur nuhun
mang, ke baelah lamun aya waktu”. Mang sarpin pun lekas pergi.
Dengan suguan goreng
pisang dan di temani kopi panas yang cukup untuk mengahngatkan tubuh ini, kami
berbincang ngalor-ngidul karna obrolan inti kami sudah disampaikan. Aku melihat
jam sudah menunjukan pukul 16.47 WIB hujan belum saja reda. Aku dan deden tetap
asik berbincang bersama ayah Mursid dan Mang Sarip sampai membicarakan
persoalaan politik yang terjadi di Banten sekarang ini. Aku pun terkejut dengan
kemampuan wawasannya yang cukup luas dalam dunia politik.
Hari pun sudah mulai
menggelap akhirnya kami pun bergeges untuk pulang, walaupun mang sarip
menawarkan pada kami untuk bermalam di rumahnya. Akhirnya kami pun memaksakan
diri saja untuk pulang walau pun hujan belum kunjung reda.
Baduyku,
2013